Sunday, June 26, 2022

Erupsi Gunung Tambora Dikonfirmasi Menjadi Penyebab 'Tahun Tanpa Musim Panas'


 Pada 1815, gunung Tambora meletus. Peristiwa itu merupakan erupsi gunung berapi terbesar dalam 1.500 tahun terakhir. 

Letusan gunung Tambora pun disebut-sebut menjadi penyebab 'tahun tanpa musim panas' di Eropa karena debu dan sulfur dioksida akibat erupsi menghalangi sinar Matahari. 

Selama beberapa tahun, para ilmuwan atmosfer tidak yakin jika 'ledakan' gunung itu bisa berkontribusi pada situasi lembap dan basah di Eropa. Namun kini, pemodelan iklim yang digunakan dalam penelitian, menunjukkan bahwa Tambora benar-benar memecahkan rekor dan menjadi penyebab udara dingin tanpa henti di sana. 

Bagi penduduk Indonesia, letusan besar pada 10 April tersebut langsung menyebabkan tsunami yang menewaskan 40-60 ribu orang. Namun, efek sesudah erupsi juga tidak kalah mengkhawatirkan.

Suhu rata-rata dunia pada 1816 adalah 0.4º-0.7ºC (0.7º-1.3ºF), jauh lebih dingin dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kondisi iklim yang tidak biasa itu memberikan inspirasi bagi Mary Shelley untuk menulis kisah Frankenstein.

Dr Andrew Schurer dari University of Edinburgh telah melakukan pemodelan mengenai bagaimana keadaan tahun 1816 jika tidak terjadi letusan Tambora, menggunakan data sebelum erupsi dan input matahari.

Hasilnya yang dipublikasikan pada Enviromental Research Letters menyatakan bahwa erupsi atau tanpa erupsi, Eropa pada 1816 kemungkinan akan menjadi tahun yang lembap. Namun, benar adanya jika letusan Tambora lah yang membuat udara sangat dingin. 

"Model iklim kami menunjukkan adanya pendinginan. Bahkan suhunya sangat dingin, meningkat 100 kali lipat," kata Schurer. 

"Tanpa adanya pengaruh vulkanik, tidak mungklin suhu selembap dan sendingin itu," tambahnya. 

Ketika tahun tanpa musim panas sedang terjadi, orang-orang tidak mengetahui penyebabnya. Letusan gunung berapi yang memengaruhi iklim, baru pertama kali dibahas ketika erupsi Krakatau pada 1883. Tambora sendiri dikaitkan dengan 'tahun tanpa musim panas' pada 1913.