Monday, July 11, 2022

Pergi ke Luar Negeri, Mumi Raja Ramses Wajib Memiliki Paspor


Bukan cuma warga negara biasa, mumi raja yang paling berkuasa di Mesir wajib memiliki paspor.

Berdasarkan referensi, dokumen perjalanan mulai dikeluarkan pada tahun 450 SM. Sedangkan Kerajaan Inggris baru menggunakan dokumen perjalanan pada abad ke-15. Standarisasi ukuran paspor pun baru dilakukan pada awal abad ke-20. Hasilnya adalah paspor berbentuk buku kecil seperti yang kita gunakan sekarang ini.

Meski penggunaannya terbilang masih baru, mumi Raja Ramses II juga memiliki dokumen perjalanan ini. Agar dapat melakukan perjalanan ke luar negeri, Raja Ramses II, yang dikenal juga sebagai Ramses Agung, diwajibkan untuk memiliki paspor.

Pada tahun 1974, hampir 3000 tahun setelah kematiannya, pemerintah Mesir mengeluarkan dokumen perjalanan untuk mumi Raja Ramses II. Hal ini dilakukan agar sang Ramses Agung dapat diangkut ke Paris untuk perawatan iradiasi untuk mencegah pertumbuhan jamur. Ternyata, bahkan mumi pun masih membutuhkan paspor untuk melakukan perjalanan antar negara.

Paspor sang Firaun ini juga memiliki foto identitas layaknya paspor lainnya. Namun bedanya, foto raja dari dinasti ke-19 kerajaan Mesir ini baru diambil beberapa ribu tahun setelah kematiannya.

Raja Ramses II sering dianggap sebagai firaun terbesar, paling terkenal, dan paling berkuasa di Mesir. Ia berkuasa selama 67 tahun dan dikenang atas penandatanganan traktat perdamaian pertama.

Setelah kematiannya, ia dimakamkan di sebuah makam di Lembah Raja-Raja. Muminya kemudian dipindahkan ke celah reruntuhan di Thebes, ibu kota Mesir Kuno. Ditemukan pada tahun 1881, mumi Raja Ramses II kini berada di Museum Nasional Peradaban Mesir.

Pada tahun 1975, Maurice Bucaille, seorang dokter Prancis yang mempelajari mumi Raja Ramses II mengatakan bahwa mumi itu terancam oleh jamur. Agar tidak terjadi pembusukan total, maka harus dilakukan perawatan dengan segera di Paris


Undang-undang Prancis menetapkan bahwa dibutuhkan paspor sah untuk melakukan perjalanan keluar masuk negara tersebut. Untuk mematuhi hukum setempat, pemerintah Mesir mengeluarkan paspor bagi sang Firaun, layaknya warga negara Mesir lainnya.

The New York Times melaporkan pada 27 September 1976 bahwa “Mumi itu disambut oleh Sekretaris Negara untuk Universitas, Alice Saunter-Seite dan detasemen tentara. Raja Ramses II mendapat perlakuan khusus di Bandara Le Bourget.”

Mumi Raja Ramses II kemudian dibawa ke Museum Etnologi Paris untuk diperiksa oleh Profesor Pierre-Fernand Ceccaldi. Ia merupakan kepala ilmuwan forensik di Laboratorium Identifikasi Kriminal Paris.

Selama pemeriksaan, Cecaldi membuat catatan tentang rambut Raja Ramses II menunjukkan beberapa data pelengkap, terutama tentang pigmentasi. Ia memaparkan bahwa Firaun ke-19 ini berambut “jahe”atau cymnotricche leucoderma. Ini juga berarti dia adalah orang berkulit putih dengan rambut jahe bergelombang.


"Di Mesir kuno orang-orang dengan rambut merah dikaitkan dengan dewa Set, pembunuh Osiris. Nama ayah Raja Ramses II, Seti I, berarti "pengikut Set" tambah Cecaldi.

Pemeriksaan tersebut juga mengungkapkan bukti luka, patah tulang, dan radang sendi yang membuat sang Raja bungkuk di tahun-tahun terakhir hidupnya.

Pada tahun 2007 ditemukan bahwa jumbai kecil rambut Raja Ramses II dicuri selama proses pelestarian tahun 1976. Seorang warga negara berkebangsaan Prancis bernama Jean-Michel Diebolt mengatakan dia mewarisi rambut itu dari mendiang ayahnya. Ayahnya merupakan anggota tim peneliti yang menganalisis mumi. Deibolt telah mencoba menjualnya melalui lelang online seharga 2000 euro. Pihak berwenang Prancis dengan sigap menangkapnya sebelum rambut tersebut terjual.