Saturday, October 1, 2022

Ahli Paleontologi Temukan Fosil Archaeocyon, Anjing Purba yang Langka

Hubungan persahabatan antara anjing dan manusia telah terjalin sejak ribuan tahun silam. Sekitar 14.000 tahun lalu, manusia pertama menyeberangi Selat Bering ke Amerika Utara bersama anjing peliharaan yang digunakan untuk berburu.

Namun, sebelum anjing-anjing itu tiba, ada spesies pemangsa seperti anjing yang berburu di padang rumput dan hutan Amerika. Dilansir dari Phys, ditemukan fosil langka dan hampir lengkap milik spesies yang telah lama punah oleh ahli paleontologi di San Diego Natural History Museum.

Fosil ini milik sekelompok hewan yang disebut Archaeocyon dan memiliki arti anjing purba. Fosil berada dalam dua bongkahan besar batu pasir dan batu lumpur yang digali pada 2019. Kala itu sedang dilakukan proyek konstruksi di daerah Otay Ranch, San Diego.

Sisa-sisa fosil masih menunggu identifikasi lebih lanjut oleh para peneliti. Temuan fosil sendiri menjadi keuntungan bagi para ilmuwan karena fosil yang ada di koleksi museum tidak lengkap dan jumlahnya terbatas. Sisa-sisa dari hewan purba ini akan membantu tim mengetahui lebih dalam tentang mamalia anjing purba yang hidup puluhan juta tahun lalu.

Fosil Archaeocyon berasal dari Zaman Oligosen Akhir dan diyakini berusia 24 hingga 28 juta tahun. Temuan ini memberi ilmuwan di San Diego Natural History Museum beberapa potongan teka-teki evolusi.

Tiga tahun lalu, Pat Sena dari San Diego Natural History Museum mengamati proyek di Otay dan melihat sesuatu yang tampak seperti fragmen tulang putih kecil menonjol dari beberapa batuan yang digali. Dia menandai bebatuan dengan spidol hitam dan memindahkannya ke museum, di mana pekerjaan ilmiah segera terhenti selama hampir dua tahun karena pandemi.

Pada 2 Desember, asisten kuratorial, Amanda Linn mulai menggarap dua batu besar itu. Menggunakan pahat kecil, alat pemotong serta kuas, secara bertahap mengupas lapisan batu.

"Setiap kali saya menemukan tulang baru, gambarannya semakin jelas. Saya akan berkata, 'Oh, lihat, di sinilah bagian ini cocok dengan tulang ini, di sinilah tulang belakang memanjang ke kaki, di sinilah sisa tulang rusuk berada’” ujar Linn.

Peneliti pasca-doctoral Ashley Poust menjelaskan bahwa ketika tulang pipi dan gigi fosil terlihat, jelas bahwa itu adalah spesies canid (dari canidae) purba. Poust merupakan salah satu dari tiga ahli paleontologi internasional yang menumumkan penemuan predator baru seperti Diegoaelurus, kucing bergigi pedang dari Zaman Eosen.

Kucing purba hanya memiliki gigi untuk merobek daging, sedangkan canid omnivora memiliki gigi pemotong di depan untuk membunuh dan memakan mamalia kecil. Lalu gigi seperti geraham yang lebih rata di belakang mulut mereka, digunakan untuk menghancurkan tanaman, biji-bijian dan buah beri.

Campuran gigi dan bentuk tengkoraknya membantu kurator paleontologi, Tom Deméré, mengidentifikasi fosil tersebut sebagai Archaeocyons. Fosil baru sepenuhnya utuh kecuali sebagian dari ekornya yang panjang.



Beberapa tulangnya telah bercampur aduk, mungkin sebagai akibat dari gerakan bumi setelah hewan itu mati. Tetapi tengkorak, gigi, tulang belakang, kaki, pergelangan kaki dan jari kakinya lengkap, memberikan banyak informasi tentang perubahan evolusioner Archaeocyon.

Poust mengatakan panjang tulang pergelangan kaki fosil terhubung ke tendon Achilles menunjukkan bahwa Archaeocyons telah beradaptasi untuk mengejar mangsanya dalam jarak jauh melintasi padang rumput terbuka. Diyakini ekornya yang kuat dan berotot mungkin digunakan untuk keseimbangan saat berlari dan berbelok tajam. Ada juga indikasi dari kakinya bahwa ia mungkin hidup atau memanjat pohon.

Secara fisik, Archaeocyon seukuran rubah abu-abu saat ini, dengan kaki panjang dan kepala kecil. Hewan itu berjalan dengan jari kakinya dan memiliki cakar yang tidak bisa ditarik. Bentuk tubuhnya lebih mirip rubah sangat berbeda dari spesies punah yang dikenal sebagai Hesperocyons, yang lebih kecil, lebih panjang, memiliki kaki lebih pendek dan menyerupai musang modern.

Setelah fosil Archaeocyon sebagian diidentifikasi pada bulan Februari, Deméré meminta Linn berhenti mengerjakan fosil tersebut, meninggalkannya sebagian tertanam di dalam batu. Dia tidak ingin mengambil risiko kerusakan pada tengkorak sampai dapat dipelajari lebih lanjut