Tuesday, October 25, 2022

Bagaimana Manusia Selamat Dari Letusan Gunung Berapi Toba Purba?

 Indonesia memiliki gugusan gunung vulkanik yang aktif. Bahkan, sepanjang sejarah, tercatat bahwa letusan Gunung Tambora pada 1815 merupakan yang terparah di dunia.

Namun, selain itu, para ilmuwan menemukan bahwa Toba, yang kini menjadi danau di Sumatera Utara, juga pernah mengalami letusan dahsyat 75 ribu tahun lalu.

Letusan tersebut tercatat mencapai level 8 VEI (Volcanic Explosivity Index), skor maksimal yang setara dengan letusan gunung api purba Yellowstone, Amerika Serikat di masa purba.

Erupsi super Toba juga mengakibatkan pendinginan global selama 1.000 tahun. Ada pula teori yang menyatakan bahwa letusan tersebut mengakibatkan kehancuran masif pada makhluk hidup.

Lantas, bagaimana manusia ada yang bisa selamat dari bencana tersebut?

Para arkeologi melaporkan bahwa beberapa Homo sapiens yang hidup di Afrika bisa selamat karena mengembangkan strategi sosial, simbolis, dan ekonomi yang canggih.

Dengan strategi tersebut, Homo sapiens melanjutkan ekspansinya dan menghuni benua Asia 60 ribu tahun lalu, dalam satu gelombang melalui garis pantai Samudera Hindia.

Meski banyak perdebatan mengenai waktu penyebaran manusia pasca atau pravulkanisme Toba, tapi teori ini diungkapkan berdasarkan laporan catatan stratigrafi kuno yang ditemukan di situs Dhaba di Lembah Son, bagian utara India.

Studi

arkeologi terbaru pun mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa populasi manusia berkembang di India 80 ribu tahun lalu dan mereka selamat dari salah satu letusan gunung berapi terbesar dalam dua juta tahun terakhir.

Dari situs tersebut, ditemukan juga alat-alat yang berhubungan dengan waktu terjadinya letusan Toba. Bukti tersebut menurut para arkeolog menjadi bukti kuat mengenai kehadiran masa Paleolitikum Tengah di India, sebelum dan setelah letusan tersebut.

J.N Pal, pemimpin penelitian dari Allahabad University, menulis: “Meskipun abu vulkanik Toba pertama kali diidentifikasi di Lembah Son pada tahun 1980-an, tapi sampai sekarang kami tidak memiliki bukti arkeologis yang berkaitan hingga situs Dhaba menjawab celah kronologis besar tersebut.”

Dari studi tersebut, diketahui bahwa perkakas yang ditemukan identik dengan yang digunakan oleh Homo Sapiens di Afrika pada rentang waktu yang sama. 

Chris Clarkson, peneliti dari University of Queensland yang juga terlibat dalam studi mengatakan: “Fakta bahwa perkakas ini tidak hilang pada saat letusan besar Toba atau mengalami perubahan dramatis, menunjukkan bahwa ada populasi manusia yang selamat dari bencana tersebut dan terus menciptakan alat-alat untuk memodifikasi lingkungan mereka.“

Clarkson dan ilmuwan lain dalam penelitian tersebut menduga, letusan besar Toba tidak terlalu mengakibatkan pendinginan global hingga menciptakan periode Zaman Es baru.

Bukti arkeologis terbaru ini juga membuktikan bahwa manusia purba dapat beradaptasi menghadapi perubahan lingkungan.