Wednesday, May 25, 2022

Kita Salah Persepsi, Ternyata T. rex Lebih Buas daripada Perkiraan

 Tyrannosaurus rex merupakan predator paling ganas yang hidup selama periode Creataceous akhir, atau sekitar 68 juta tahun lalu.

Kepala T. rex memiliki postur yang 'menyeramkan', dengan rahang yang bisa membuat gigitan kuat berkisar 3.500 kilogram, atau setara dengan dua mobil. Para ilmuwan memperkirakan bahwa dinosaurus ini berada di puncak predator pada masanya.

Pada awalnya, T. rex diduga tidak peka pada bagian mulutnya, sehingga bisa memakan segalanya, termasuk tulang mangsanya. Tetapi sebuah temuan terbaru di jurnal Historical Biology berjudul Complex neurovascular system in the dentary of Tyrannosaurus, mengungkap bahwa reptil besar itu memiliki indra yang tajam, dan lebih menyeramkan dari dugaan sebelumnya.

Makalah itu dipublikasikan secara daring pada Minggu (22/08/2021), dan ditulis oleh Soichiro Kawabe dan Soki Hattori, dua peneliti dari Institute of Dinosaur Research Fukui at Prefectural University, Jepang.

"T. rex adalah predator yang bahkan lebih menakutkan daripada yang diyakini sebelumnya," terang Kawabe, dikutip dari Eurekalert.

"Temuan kami menunjukkan saraf di rahang bawah (area rahang) Tyrannosaurus rex terdistribusi lebih kompleks daripada dinosaurus lain yang diteliti hingga saat ini, dan sebanding dengan buaya modern dan jenis burung pencari makan taktil, yang memiliki indra yang sangat tajam.

Dia dan Hattori, kemampuan itu membuat T. rex ternyata sensitif terhadap perbedaan dalam materi dan gerakannya, yang memungkinkan dirinya mengenali bagian-bagian berbeda dari mangsanya. Sehingga, dapat memakan mangsa dengan cara berbeda, tergantung pada situasi kebutuhannya.


Para peneliti menulis, morfologi hewan purba itu telah dianalisis melalui pembuluh darah dan rahang di beberapa fosil reptil. Mereka juga mengklaim bahwa ini adalah penyelidikan pertama yang dilakukan dari struktur internal mandibula T. rex.

Untuk mengungkapnya, mereka menggunakan pemindaian computed tomography (CT), agar dapat menganalisis dan merekosntruksi distribusi neurovaskular, dari mandibula Tyrannosaurus rex. Fosil yang mereka gunakan dalam pemindaian ini adalah T. rex yang ditemukan tahun 1905 di Formasi Hell Creek, Amerika Serikat.

Lalu, Kawabe dan Hattori membandingkan rekosntruksinya dengan dinosaurus lain seperti Triceratops, serta buaya dan burung dari spesies yang masih ada kini.

Dengan cara itu, memudahkan mereka untuk menggambarkan kanal neurovaskular yang dimiliki T. rex yang terpelihara dengan baik, dan berperan sebagai penampung pembuluh darah dan saraf di rahangnya.

"Penelitian ini mengungkapkan adanya kanal neurovaskular dengan percabangan kompleks di rahang bawah Tyrannosaurus, terutama di daerah bagian depan rahang, dan diasumsikan bahwa kanal neurovaskular bercabang secara kompleks yang juga akan hadir di rahang atasnya," ujar Kawabe.

"Kanal neurovaskular itu memiliki pola percabangan yang serumit buaya dan bebek yang kini masih ada. Itu menunjukkan bahwa sistem saraf trigeminal di Tyrannosaurus mungkin berfungsi sebagai sensor sensitif di moncongnya."


Sensitivitas moncong milik T. rex diperkirakan jauh lebih besar daripada dinosaurus herbivora Ornithischi—yang memiliki struktur belakang seperti burung dan berbulu primitif. Tetapi sensitivitas di moncongnya tidak bekinerja sebaik buaya, karena T. rex tidak memiliki jaringan saraf tebal yang menampati neurovaskular yang dimiliki buaya, tulis para peneliti.

Mereka menambahkan, makalah ini selaras dengan analisis permukaan tengkorak kelompok tyrannosaurid lainnya, seperti Daspletosaurus. Morfologi kanal neurovaskular juga dimiliki jenis allosauridae seperti Neovenator di bagian rahang atasnya, yang menunjukkan bahwa area wajah theropoda mungkin adalah indra yang sangat sensitif.

"Kesimpulan ini juga menunjukkan bahwa, selain pemangsaan, ujung rahang tyrannosaurus diadaptasi untuk melakukan serangkaian perilaku dengan gerakan halus termasuk konstruksi sarang, rasa perhatian bagi induk, dan komunikasi intraspesifik," ujar Hattori, rekan penulis studi.