Saturday, September 24, 2022

Menelusuri Jejak Peradaban Sasania dari Kastel Kuno Ardashir


Istana raja Ardashir I, pendiri Kekaisaran Sasania, dibangun di seberang kota yang ia dirikan, Ardashir Khureh (ketenaran Ardashir). Meskipun harus menyeberangi sungai, mudah untuk melakukan perjalanan dari sini ke kota atau ke kastil terdekat, yang disebut Qalah-e Dokhtar.

Wangsa Sasania adalah bagian dari imperium Persia yang berkuasa di Iran sejak tahun 224 hingga 651 M. Raja pertamanya adalah Ardashir I, sebagai penganut Zoroastrianisme, wangsa terakhir sebelum islam berkembang di Persia dan wilayah Arab. 

Kastil Ardeshir-e Babakan (Istana Ardashir Papakan), juga dikenal sebagai Atash-kadeh, dibangun pada tahun 224 M oleh Ardashir I. Ia merupakan kastil kuno yang terletak di lereng gunung tempat Ghaleh Dokhtar juga berada.

Keberadaan kastil kuno ini menjadi representasi adanya peradaban kuno pra-Islam. Sebagaimana Ardashir I, raja dan pendirinya, ia merupakan penganut agama Zoroastrianisme. Zoroaster merupakan kepercayaan dalam menyembah Ahura Mazda atau Tuhan Yang Bijaksana. 

"Kota kuno di tempat istana itu berada, dinamai Peroz (Kemenangan) setelah Ardashir mendirikan Kekaisaran Sasania dengan menggulingkan Ardavan, raja Parthia terakhir," tulis Sirang Rasaneh.

Ia menulisnya kepada Iran Tourism and Touring Organization, dalam artikelnya berjudul Palace of Ardashir-e Babakan: Ancient Palace in Firooz Abad, yang dipublikasikan pada tahun 2019.

"Setelah penaklukan Arab, Peroz disebut dengan Firuzabad (Firooz-Abad), dan namanya tetap bertahan. Oleh karena itu, kota modern tersebut memiliki arti penting dalam sejarah Persia," tulisnya.

"Kemudian, Ardashir Babakan, pendiri Kekaisaran Sasanid, memerintahkan pembangunan monumen ini pada abad ketiga. Dikenal dengan berbagai nama seperti istana Ardashir, Kuil Api Firouzabad, Kuil Api Besar, atau Barin," imbuhnya.

"Istana ini dibangun di sebelah kolam yang indah, di tepi cabang barat Sungai Tangab yang dialiri oleh mata air, mungkin sehubungan dengan dewi air dan pertumbuhan Persia, Anahita," lanjutnya.


Istana itu terdiri dari beberapa bagian. Di timur laut ada lengkungan besar (iwan) yang membuka ke taman dengan kolam (doline). "Fasad ini mungkin tampak seperti istana Parthia di Ctesiphon (di Irak)," lanjutnya.

"Di belakang iwan timur laut, terdapat dua kamar besar (semula tiga) dengan kubah, diikuti oleh pengadilan besar di barat daya, yang dikelilingi oleh banyak kamar tempat tinggal," Khodadad Rezakhani.

"Dindingnya didekorasi dengan plesteran, yang terinspirasi oleh arsitektur Persepolis" tulisnya. Ia menuliskan artikel kepada Iranologie tentang sejarah Sasanian, berjudul History of Iran, Chapter V: Sasanians, yang dipublikasikan pada tahun 2013.

"Seluruh kompleks panjangnya lebih dari seratus meter, tepatnya 104 meter, dan lebarnya lima puluh lima meter (55 meter)," lanjutnya. Ini adalah contoh tertua dari jenis arsitektur yang ada di Iran. 

Dinding pendukung terkadang lebih dari empat meter lebarnya karena ada koridor dan galeri di lantai pertama, yang memungkinkan untuk berjalan di sekitar kubah. Ada kemungkinan bahwa mereka terinspirasi oleh model barat.

"Hal itu diperkuat dengan hiasan seninya karena representasi Ahuramazda di Relief Kedua Firuzabad di dekatnya juga terinspirasi oleh seni barat," tulisnya. Namun, tidak seperti kebanyakan kubah Romawi, kubah di istana Firuzabad tidak terbuat dari beton tetapi dari batu bata. 

Dari sudut pandang sejarah arsitektur, mereka lebih maju daripada, misalnya, Pantheon di Roma. Berdasarkan dua alasan, beberapa arkeolog Iran percaya bahwa monumen ini adalah salah satu kuil api Zoroaster yang paling penting.

"Pertama, bentuk monumen secara struktural tidak mirip dengan istana. Kedua, saat itu, Agama Zoroastrianisme memiliki banyak pengikut di antara orang-orang di wilayah ini," pungkasnya.